Minggu, 14 Juli 2013

Teori Belajar Kognitivistik

www.fibromyalgia-treatment.com
Dalam pekembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia atau suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir, dan keyakinan.
Bransford (1989) mneguraikan singkat tentang teori kognitif. Yang penting dalam hal ini adalah bagaiman orang belajar, mengerti dan mengingat informasi, dan mengapa beberapa orang dapat melakukan dengan baik dan yang lainnya tidak. Kenyataannya ahli-ahli kognitif lebih cenderung menyelidiki aspek-aspek penting dalam belajar, seperti bagaiman orang dewasa mengingat informasi verbal atau bagaimana anak-anak memahami cerita-cerita.
Berkaitan dengan belajar, aliran ini berupaya mendeskripsikan apa yang terjadi dalam diri seseorang ketika belajar. Teori ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar (menurut teori kognivistik) adalah proses pemaknaan informasi dengan jalan mengaitkannya dengan struktur informasi yang telah dimiliki. Peristiwa belajar yang dialami manusia bukan semata masalah respon terhadap stimulus, melainkan adanya pengukuran dan pengarahan diri yang dikontrol oleh otak.
Teori belajar kognitivistik lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

Nilai Pendidikan Karakter Pada Puasa Ramadhan

binamuslim.com
Ramadhan merupakan bulan dimana kaum muslimin semua menjalankan puasa secara penuh satu bulan. Allah swt telah memerintahkan ummat Muhammad saw kewajiban puasa pada bulan ini, seperti termaktub dalam QS. Al-Baqarah Ayat 183.
Pada tulisan dibawah ini sya akan sedikit mengulas tentang nilai-nilai pendidikan yang ada dalam kewajiban menjalankan puasa ini.
1)    Ibadah puasa dapat mendidik manusia menjadi pribadi muslim yang bertaqwa
Tujuan utama Allah SWT. mensyari’atkan ibadah puasa adalah supaya manusia bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke 183 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. 2:183)
Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri mengemukakan bahwa ibadah puasa merupakan sarana untuk mendidik atau membentuk  manusia, supaya dapat menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT.[8] dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan yang telah ditentukan. Dimana didalam ibadah puasa ada hal-hal yang harus dikerjakan sebagai syarat atau rukun ibadah puasa dan ada pula hal-hal yang harus ditinggalkan supaya ibadah puasa yang dikerjakan dapat diterima disisi Allah SWT.
Inilah hal utama yang menjadi nilai pendidikan Islam yang dapat diambil dari ibadah puasa, dimana pendidikan didalam islam diarahkan pada tujuan utama diciptakannya manusia yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT, mengerjakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang (Taqwa).
2)    Ibadah puasa dapat menjadi sarana pendidikan akhlak dan latihan jiwa
a.       Mendidik manusia berjiwa sosial tinggi
Di dalam ibadah puasa semua orang merasakan rasa lapar dan dahaga tanpa pandang bulu baik orang kaya ataupun miskin, tua maupun muda, semua sama dihadapan Allah swt. Sehingga dengan persamaan demikian akan tertanam dalam dirinya rasa persamaan (musawah), perasaan demikian diharapkan membekas dan menjadi prinsip kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

KH. Abd. Wahab Hasbullah

Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret 1888 – meninggal 29 Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, da’wah beliau dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.
Pendidikan
Beliau juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
Masa pendidikan K.H. Abdul Wahab Hasbullah dari kecil hingga besar banyak dihabiskan di pondok pesantren. Selama kurang lebih 20 tahun, ia secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren. Karena tumbuh dilingkungan pondok pesantren, mulai sejak dini ia diajarkan ilmu agama dan moral pada tingkat dasar. Termasuk dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi, hadrah, barjanji, diba’, dan sholawat. Kemudian tak lupa diajarkan tradisi yang menghormati leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke makam-makam leluhur dan melakukan tawasul. Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup,seorang santri. Diajaknya shalat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk shalat tahajjud. Kemudian Wahab Hasbullah membimbingnya untuk menghafalkan Juz ‘Amma dan membaca Al Quran dengan tartil dan fasih. Lalu beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya: Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al Majmu’. Wahab Hasbullah juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Quran, Hadits, dan Ulumul Hadits.

Senin, 01 April 2013

Ibu Sina

ibnumariam.wordpress.com
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad.
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode - metode dan alasan - alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.

BIOGRAFI
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.

Etika Menuntut (Belajar) Ilmu


segenggam-harapan.com
Setidaknya ada beberapa kiat sukses dalam belajar menurut islam, yang berkaitan dengan etika belajar seorang pelajar (santri), dan etika-etika itu sebagai berikut:
1. IKHLAS KARENA ALLAH
Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjelaskan bahwa diterimanya amal sholeh tergantung pada niat dan keikhlasan dalam tujuan. Jadi, apabila seorang pelajar muslim selalu ikhlas, ia pasti meraih pahala yang besar dan selalu diberkahi dalam usahanya.
Imam Al-Ghazali berkata “ Beberapa malam telah kau hidupkan dengan mengulang-ulang belajar dan menelaah berbagai buku, dan beberapa malam kau haramkan dirimu untuk tidur. Aku tidak tau apa motivasi yang mendorong mu berbuat itu?. Jika niatmu untuk meraih materi duniawi, menarik serpihannya, dan memperoleh kedudukan, lalu berbangga diri dihadapan kawan-kawan dan orang-orang sesamamu, maka celakalah engkau. Celakalah engkau ..!
Namun, jika maksudmu adalah demi menghidupkan syariat nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyucikan akhlakmu, serta mengalahkan jiwamu yang selalu memrintahkan kejahatan, maka beruntunglah engkau. Beruntunglah engau..!
2. AMALKAN ILMU JAUHI MAKSIAT
Dari Malik bin Dinar Rahimahullah, ia berkata: “seseorang yang berilmu namun tidak mengamalkannya, maka nasehatnya selalu meleset dari hati, seperti tetesan air meleset dari batu yang licin”.
Banyak dalil dari kitab dan sunnah juga pandangan ulama tentang mengamalkan ilmu dan peringatan terhadap ilmu tanpa amal, sekaligus ucapan yang tak disertai dengan perbuatan (Q.S.As-Shaff/61: 2-3) dan (Q.S Al-Baqarah/2:44).

Shalat Dhuha


mediaislamnet.com
Shalat dhuha adalah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu dhuha. Yaitu waktu ketika matahari terbit hingga terasa panas menjelang shalat Dzuhur. Mungkin dapat diperkirakan sekitar pukul tujuh sampai pukul sebelas. Shalat dhuha sebaiknya dilakukan setelah melewati seperempat hari. Artinya, jika satu hari (12 jam, terhitung dari pukul 5 pagi – pukul 5 sore) dibagi empat maka shalat dhuha sebaiknya dilakukan pada seperempat kedua dalam sehari, atau sekitar pukul sembilan. Sehingga setiap seperempat hari selalu ada shalat. Terhitung dari shubuh sebagai shalat pertama mengisi waktu paling dini. Kemudian shalat dhuha sebagai shalat kedua. Ketiga shalat dhuhur dan keempat shalat ashar. Jika demikian maka dalam satu hari keidupan kita tidak pernah kososng dari shalat.
Shalat dhuha memiliki beberapa fadhilah yang pertama adalah mengikuti sunnah Rasulullah saw. sebagaimana beliau berwasiat kepada Abu Hurairah, ia berkata