Sabtu, 14 Mei 2011

Keutaman Islam di Hadist Nabi

A.    Pengertian Islam
Secara etimologi, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah swt. Secara terminologi, adalah agama yang dilandasi oleh lima dasar, yaitu:
·         Syahadatain.
·         Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah.
·         Mengeluarkan zakat.
·         Puasa di bulan ramadhan.
·         Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk ketanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang di tinggalkan.[1]
Hal ini sesuai dengan penjelasan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Umar ra, didalam hadist itu menceritakan tentang seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya yang sangat legam. Dia bertanya langsung kepada Nabi tentang Islam sambil menempelkan lututnya pada lutut Nabi, nabi menjawab “ Islam itu engkau  bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji ke baitullah, jika engkau mampu...”[2]
B.     Rukun Islam
Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ra, berkata, aku pernah mendengar rasulullah saw bersabda,
Islamdibangun di atas lima (pondasi) : (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, (2) melaksanakan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) haji ke Baitullah, dan (5)puasa ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)[3].
Dalam hadist ini Rasuluulah saw, mengilustrrasikan islam dengan sebuah bangunan yang tertata rapi. Tegak diatas fondasi-fondasi yang kokoh. Fondasi-fondasi tersebut adalah:
1.      Dua kalimat Syahadat.
Kesaksian bahwa tidak da Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah. Artinya, mengakui adanya Allah yang tunggal, dan membenarkan kenabian dan kerasuulan Muhammad saw. Syahadat, demikian pula syuhud bermakana : “Hadir serta menyaksikan dengan mata kepala ataupun dengan mata hati.” Yang di maksud dengan Syahadat ialah menuturkan perkataan, yang terbit dari suatu pengetahuan ilmu yang hasil dengan jalan musyahadah hati atau dengan musyahadah mata. Maka makna Asyhadu, ialah saya bersaksi, dengan kalimat inilah kita melakukan kesaksian.[4]
2.      Menegakkan Shalat.
Artinya, senantiasa menunaikan shalat pada waktunya dengan memenuhi syarat dan rukunnya, juga memperhatikan adab dan sunnah-sunnahnya, sehingga dapat memberikan manfaat pada seorang muslim, yaitu meninggalkan segala perbuatan keji dan mungkar. Allah swt. Berfirman, dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.”(Al-Angkabut: 45). Shalat juga merupakan sebagai perlambang bagi orang mukmin. Rasulullah saw, bersabda, “ pembatas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah shalat,”  (HR. Abu Naim).
3.      Menunaikan Zakat.
Yaitu memberikan bagian bagian tertentu dari harta yang dimiliki kepada mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat), ketika harta tersebut telah mencapai nishab (batas minimal wajib zakat) dan telah terpenuhi berbagai syarat wajib zakat. Dalam hadist dijelaskan, dari Ibnu Umar ra berkata,
“ Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah satu sho qurma atau satu sho gandum bagi budak dan orang merdeka baik laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun orang tua dari orang islam, dan Rasulullah memerintahkan untuk membayarkan sebelum keluarnya seseorang untuk sholat Ied.” (Muttafqun Alaihi).[5]
4.      Puasa Ramadhan
Berasal dari bahasa arab saum yang berarti menahan, menurut istilah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa. Puasa ramadhan diwajibkan pada tahun ke-3 hijriyah, melalui firman Allah,
“ Bulan ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenain petunjuk itu, dan pembeda (antara kebenaran dan kebbatilan). Karena itu barang siapa yang masuk bulan (ramdhan) maka puasalah...”(Al-baqarah: 185). Ibnu umar dalam hadist yang di sepakti oleh Imam Bukhari dan Muslim berkata,
Ketika kalian melihat hilal (awal bulan ramadhan)maka puasalah,dan jika kalian melihatnya (akhir bulan ramadhan), maka berbukalah, apabila(tertutup)mendung, maka perkirakanlah.”
5.      Haji
Haji adalah pergi ke Baitullah di Makkah Al-Mukaromah pada bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah. Haji dilakukan dengan menjalankan semua manasik (amalan-amalan dalam ibadah haji) yang telah diajarkan Rasulullah saw. Haji merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta dan jiwa, yang membawa berbagai dampak positif bagi individu dan masyarakat. Bahkan merupakan Muktamar Islam Internasional dimana umat islam dari seluruh penjuru dunia berkesempatan untuk bertemu dan saling mengenal. Allah swt berfirman: “ ...mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah...”(Al-Baqarah: 185).
Rukun-rukun islam adalah merupakan suatu kesatuan yang saling terkait, barang siapa yang melaksanakan rukun-rukun islam secara utuh, ia adalah seorang muslim yang yang sempurna imannya. Barangsiapa yang meninggalkan keseluruhannya, ia adalah kafir. Barang siapa yang mengingkari salah satunya , ia bukanlah orang muslim. Barangsiapa yang meyakini keseluruhan, namun mengabaikan salah satunya –selain dua kalimat syahadat- karena malas, ia adalah orang fasik. Barangsiapa yang melaksanakan keseluruhannya dan juga mengakui secara lisan namun hanya berpura-puraan, ia adalah orang munafik.[6]

C.    Keutamaan Islam
1.      Mengampuni Dosa-Dosa Lama
Dari Ibnu Syamasyah al-Mahri, ia berkata, “Kami menyaksikan Amr bin al-Ash hampir meninggal, dia banyak menangis dan memalingkan  wajahnya ke dinding, anaknya, ‘Wahai ayahku, bukankah Rasulullah SAW telah memberikan kabar gembira kepadamu seperti ini ? Ibnu Syamasyah berkata, “Maka Amr menghadapkan wajahnya seraya berkata, Sesungguhnya amal paling utama yang kksiita siapkan adalah penyaksian bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Sesungguh aku pernah berada di tiga fase kehidupan: Aku benar-benar melihat diriku dan tidak ada seorangpun selainku yang paling benci kepada Rasulullah SAW, tidak ada yang lebih kusukai selain aku bisa menguasainya, lalu aku membunuhnya. Jika aku meninggal dalam kondisi seperti itu, niscaya aku menjadi penghuni neraka. Tatkala Allah swt telah menganugrahkan islam di dalam hatiku, aku datang kepada nabi saw seraya berkata, ‘Ulurkanlah tanganmu, aku ingin membaiatmu’, maka beliau membuka tangan kanannya.’ Amr bin al-Ash berkata, ‘ Namun aku menahan tangan kananku.’ Beliau bertanya, ‘ada apa denganmu wahai amr?’ aku menjawab, aku ingin membuat persyaratan. ‘beliau bertanya, apa yang engkau syaratkan?’ aku berkata, ‘agar aku diampuni.’ Nabi saw bersabda,
‘‘tidakkah engkau tahu bahwa Islam menghapus dosa-dosa sebelumnya, sesungguhnya hijrah menghapus dosa-dosa sebelumnya, dan sesungguhnya haji menghapus dosa-dosa sebelumnya.’..........(HR. Muslim).[7]

Intisari hadist ini adalah;
a.       Bahwa Islam sebagai penghapus dosa-dosa sebelumnya. Barangsiapa memperbaiki keislamannya, maka papa yang pernah dilakukannya sebelum Islam tidak akan di hukum. Dan hijrah hijrah juga menjadi penghapus bagi segala dosa dan kesalahan, sebagaimana pula haji. Namun disini ada permasalahan. Memamang bahawa islam menghapus dosa-dosa besar dan kecil, adapun hijrah dan haji, maka ada pebedaan pendapat, karena untuk menghapus dosa-dosa besar disyaratkan adanya taubatan nasuha.
b.      Hadis ini mernunjukkan bahwa amal-amal shalih menjadi penghapus dosa-dosa, dan sesuai dengan besarnya amal shalih itulah dosa dapat terhapus.[8]
2.      Lurus dan Toleran
“Rasulullah saw pernah ditanya, ‘agama apakah yang paling dicintai oleh Allah swt?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu agama yang lurus dan toleran’.” (HR. Ahmad dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam al-Fath).
Intisari hadistnya adalah,
a.       Bahwa syarioat Rasulullah saw adalah agama lurus yang mengikuti
Agama Ibrahim as, agama yang toleran lagi mudah.
b.      Bahwa Rasulullah saw diutus untuk memberikan kemudahan dan datang untuk menghilangkan beban dan belenggu.
c.       Anjuran untuk memberikan kemudahan dan menyampaikan kabar gembira serta tidak menyulitkan dan tidak membuat orang lari (dari agama), dan atas dasar penertian inilah hadist (yang berbunyi),
“berilah kabar gembira dan jangan kamu membuat orang lari (dari agama), berilah kemudahan dan jangan menyulitkan.” (HR. muslim).[9]
3.      Sikap Tengah-Tengah dan Hati-Hati
“sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang bersikap ekstrim terhadap agama ini melainkan ia pasti akan menyulitkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, bersikaplah tengah-tengah, pilihlah yang paling dekat dengan kebenaran dan kabar gembira. Dan mintalah pertolongan (kepada Allah swt dengan senantiasa beribadah pada waktu bersemangat) pagi, sore dan sebagian malam’.” (HR. al-Bukhari).
Intisari hadistnya adalah,
a.       Keharusan bersikap tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan dan tidak asal-asalan, itulah jalan yang lurus. Dan apabila ibadah tidak sempurna, maka seorang hamba harus berusaha untuk mendekati (kesempurnaan),
b.      Bahwa diantara karakteristik agama Islam adalah mudah dan segala perintah serta larangannya sesuai dengan kemampuan.[10]
4.      Menjamin Harta Benda
“Bahwa suatu kaum dari bani salim melrikan diri dari kampung halaman mereka ketika Islam datang, maka aku mengambil ( tanah mereka). Ketika mereka masuk Islam, mereka memperkarakanku kepada Nabi saw dalam persoalan tanah tersebut. Maka beliau mngembalikannya (kepada mereka) seraya bersabda, ‘Apabila seseoarang masuk Islam, maka dia lebih berhak terhadap tanah dan hartanya’.’ (HR. Ahamad).
Intisari Hadistnya adalah;
a.       Bahwa apabila manusia masuk Islam, maka harata dan kepemilikan mereka tetap, semua itu tidakbisa dirampas dari mereka.
b.      Akad-akad kepemilikan yang tidak bertentangan dengan syariat dan sebelum Islam bagi pemiliknya, maka hal itu dialanjutkan dan di tetapkan.
c.       Bahwa manusia dibenarkan atas kepemilikan, tanah dan rumah-rumah mereka, dan harta serta tanah mengikuti pemiliknya.[11]
5.      Tidak Memandang Derajat, Ras, Suku (Semua Sama)
“Bahwasanya seoarang laki-laki menanyakan kepada Nabi saw: manakah pekerjaan Islam yang paling baik, Nabi menjawab: Engkau memberikan makanan kepada orang-orang miskin dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang telah engkau kenal dan kepada orang yang belum engkau kenal, (HR. Bukhari).
Intisari haditsnya adalah;
Nabi saw menerangkan bahwasanya sebaik-sebaik pekerjaan dalam syariat Islam, ialah memberikan makanan kepada fakir miskin, baik dengan jalan menjamu mereka, atau dengan jalan-jalan yang lain, dan mengucapkan salam (memberikan salam kepada para muslim), baik yang sudah kita kenal, maupun yang belum kita kenal, apabila kita menjumpainya. Hal ini kita memberi pengertian bahwa kita tidak boleh mengkhususkan salam kepada sebagian orang saja. Hendaklah kita mengucapkan kepada setiap muslim, karena orang yang beriman semua adalah saudara.[12]
Pemaparan hadits-hadits diatas adalah sebagian kecil dari hadits-hadits tentang Islam dan berbagai aspeknya, ini menunjukkan bahwa hadits yang menjelaskan tentang Islam memang banyak, dan sangat banyak fersinya.
6.      Ukhwah Islamiyah
Abu Hamzah, Anas bin Malik ra., pelayan Rasulullah, berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang diantara kalian tidak beriman jika belum bisa mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”(h.r. bukhari dan Muslim)
Kandungan Hadits di atas antara lain :
a.       Persatuan dan kasih sayang
b.      Iman yang sempurna
c.       Nilai lebih seorang Muslim
d.      Berlomba untuk mendapatkan kebaikan
7.      Jiwa Seorang Muslim terpelihara
Ibnu Mas’ud ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “tidak halal darah seorng muslim yang bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah Rasul-Nya, kecuali karena satu dari tiga hal berikut : Tsayyib (orang yang sudah menikah/janda/duda) yang berzina, membunuh orang, dan mninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah.”(h.r. bukhari dan Muslim)
Kandungan hadits di atas antara lain :
a.       Terpeliharang jiwa seorang Muslim
b.      Rajam
c.       Qishash
d.      Hukuman bagi orang yang murtad
e.       Meninggalkan shalat
f.       Masalah agama, yang dapat dibuat patokan adalah apa yang disepakati oleh jamaah Mulimah, mayoritas masyarakat Muslim
g.      Dorongan untuk komitmen terhadap sebuah komunitas Muslim
h.      Menghindari tiga kejahatan di atas agar senantiasa takut kepada Allah swt., baik ketika sendirian maupun ketika dalam keramaian.

                                                                                PENUTUP            

Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, dari semua yang ada dalam islam semua mengandung maksud yang mempunyai kebaikan bagi umat islam khususnya dan umat manusia umumnya. Seperti halnya, menghargai sesama orang islam sendiri maupun non-islam, ini sangat penting karena kita mengetahui bahwa pada kenyataannya didunia agama ber macam-macam, dan posisi islam disini menjadi penengah bagi semua.
Islam menjamin pemeluknya masuk surga, karena mereka adalah orang-orang yang patuh kepada tuhanya. Islam menjamin harta benda pemeluknya, baik itu sebelum masuk Islam atau harta yang di bawa ketika masuk Islam, Islam mengampuni dosa-dosa pemeluknya, baik yang lampau maupun yang baru, kecil maupun besar, tergantung persyaratanya.
Islam merupakan agama yang menghargai kaum lemah dan terbelakang, dan lain-lain, demikian sedikit kesimpulan islam dari hadits Nabi saw, dari berbagai riwayat.
                                                         DAFTAR PUSTAKA

Al-Qorni, Aidh bin Abdullah, Terj. 391 Hadits Pilihan mendasri kehidupan sehari-hari, Jakarta: Darul Haq, 2007.
Al-Bugha, Musthafa Dieb, terj. Al-wafi menyelami makna 40 hadits Rasulullah saw, Jakarta: Al-‘Itishom, 2003.
As-Shidieqy, Muhammad Hasbi, Teuku, Mutiara Hadits-Keimanan, Semarang; Rizqi Putra, 2002.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Terj. Mukhtashar shohih al-Imam al-Bukhari, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Al-Atsqolani, Ibnu hajar, Bulughul Maram, Surabaya: Darul Ilmi,-.


[1] Musthafa dieb al-Bugha, terj. Al-Wafi (jakarta:Al-I’tisom), 2003. 10
[2] Ibid, (7)
[3] Ibid, (14)
[4] Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadist (Semarang:Pustaka Rizki Putra),2002.57-58
[5] Ibnu Hajar Al-atsqolani, Bulughul Maram (Surabaya:Darul Ilmi), - .125
[6] Ibid,(16)
[7] ‘Aidh bin Abdullah al-Qorni, 391 hadits Pilihan, terj. (Jakarta: Darul Haq), 2007. 20-21
[8] Ibid(21)
[9] Ibid (22)
[10] Ibid (22)
[11] Ibid (28)
[12] Ibid (101)

Qiro'at Al-qur'an

A.    Pengertian Qira’at
‘Al-Qira’at’ adalah bentuk jamak dari kata ‘qira’ah’, dan berasal dari kata ‘qora’a – yaqra’u – qira’atan’, yang ber-arti membaca/ baca. Menurut istilah, ‘qira’ah’ ialah Salah satu aliran dalam mengucapkan al-Qur’an yang dipakai oleh salah seorang Imam Qura’ yang berbada dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur’aanul Karim. Qiraah ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasul SAW.
Dalam pengertiannya secara istilah qira’ah mempunyai berbagai pendapat, diantaranya:
Ø  Ibn Al Jarazi, mengemukakan bahwa qira’at merupakan pengetahuan tentang cara-cara mengucapkan kalimat-kalimat Al Qur’an dan perbedaannya.
Ø  Al Shabani, mengemukakan bahwa Al Qur’an oleh seorang imam qurra yang berbeda dengan (bacaan imam) lainnya.

B.     Para Ahli Qira’at
Para ahli qiro’at (tabi’in sampai seterusnya) ini terbagi menjadi berberapa daerah, sesuai dengan domisili mereka di daerah (wilayah Islam) itu, pembagian itu antara lain:
1.      Para ahli di Madinah
Ibnu Musaiyab, ‘Urwah, Salim, ‘Umar ibn ‘abdil Aziz, Sulaiman ibn Yassar, ‘Atha ibn Yassar, Muadz ibnul Harits yang terkenal dengan nama Muadz al-Qori’, ‘Abdur Rahman ibny Hurmuz ibn Al A’raj, Ibnu Syihab Az Zuhry, muslim ibn Jundub, Zaid ibn Aslam.



2.      Para ahli di Makkah
‘Ubaid ibn ‘Umar, ‘Atha, Thaus, Mujtahid, ‘Ikrimah dan Ibnu Abi Mulaikah
3.      Para ahli di Kuffah
‘Alqamah, al aswad, Ubaidah, amer ibn Syurahbil, al Haritsnibn qais, Ar Rabi’ ibn Khatsam (Khutsaim), ‘amer ibn Maimum, Abu Abdirrahman as Sulaimiy, Zirr ibn Hubaisy, ‘Ubaid ibn Nudlailah, Abu Zur’ah ibn Amer’ ibn Jarir, Sa’id ibn Jubair, Ibrahim an Nakha’y dan Asy Sya’by.
4.      Para ahli di Bashrah
‘Amir ibn Abdil Qais, Abdul ‘Aliyah, Abu Raja, Nashar ibn ‘Ashim, Yahya ibn Ya’mura, Muadz, Jabir ibn Zaid, al Hasan, Ibnu Sirrin dan Qatadah.
5.      Para ahli di Syam
Al Mughirah ibn Abi Syihab Al Makhzumy, seorang murid ‘Ustman ibn ‘Affan dalam soal Qiroat, Khulaid ibn Sya’ab teman ibn darda’.
Sesudah itu bangunlah segolongan ulama membulatkan tenaganya untuk mempelajari qira’at, sehingga mereka menjadi pemuka-pemuka qira’at yang di anggap dan dipercayai. Oleh karena mereka hanya semata-mata membulatkan tenaganya untuk qiraat dihubungkan qiraat kepada mereka.
Ahli qira’at di Madinah, ialah; Abu ja’far yazid ibnu al Qa’qa, Syaiban ibnu Nashah, Nafi’ ibnu Abi Nu’aim. Ahli qira’at di Makkah; abdullah ibnu Katsir, al Makky, Humaid ibn Qais al A’raj. Dan Muhammad ibn muhaishin. Ahli di Kuffah; Yahya ibn Watshab, dll. Di Basrah; Abdullah ibn Ishaq, di Syam (Damaskus); Abdullah ibn ‘Amir Al Yahshaby, dll.

C.     Awal Mula Adanya Qira’at
Periodesasi Qurra’ adalah sejak zaman sahabat sampai dengan masa tabiin. Orang-orang yang menguasai al-qur’an ialah yang menerimanya dari orang-orang yang di percaya dan dari imam demi imam yang akhirnya berasal dari Nabi. Sedangkan mushaf-mushaf tersebut tidaklah bertitik dan berbaris, dan bentuk kalimat di dalamnya mempunyai beberapa kemungkinan berbagai bacaan. Kalau tidak, maka kalimat itu harus di tulis pad mushaf dengan satu wajah yang lain dan bagitulah seharusnya. Tidaklah diragukan lagi bahwa penguasaan tentang riwayat dan penerimaan merupakan pedoman dasar dalam bab qira’ah dan Al qur’an.
Kalangan sahabat sendiri dalam pengambilannya dari rasul menggunakan sara yang berbeda-beda. Ada yang membaca dengan satu huruf dan ada yang mengambilnya dari huruf/bacaan. Bahkan, ada yang lebih dari itu. Kemudian mereka tersebar keseluruh penjuru daerah dalam keadaan semacam ini, Ustman ibn Affan r.a. mengirimkan pula para sahabat yang memiliki cara membaca tersendiri dengan masing-masing mushaf yang diturunkan. Setelah para sahabat berpencar keseluruh daerah dengan bacaan yyang berbeda itu, para tabiin mengikuti mereka dalam hal bacaan yang di bawa oleh para sahabat tersebut. Dengan demikian, beranekaragamlah para tabiin sehingga masalah ini bisa menimbukan imam-imam qori yang masyhur yang berkecimpung di dalamnya, dan mencurahkan segalanya untuk qira’at dengan memberi tanda-tanda serta menyebarluaskannya.
Qiraat ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Periode qurra (ahli atau imam qiraat) yang mengajarkan bacaan Quran kepada orang-orang menurut cara mereka-mereka masing adalah dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Diantara para sahabat yang terkenal mengajar qiraat ialah Ubai ra, Ali bin Abi Thalib ra, Zaid ra, Ibn Masud ra dan Abu Musa al Ansary ra serta masih banyak lagi yang lainnya. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan tabi`in di berbagai negeri belajar qiraat. Mereka itu semuanya bersandar kepada Rasulullah.
Az Zahabi menyebutkan di dalam kitab Tabaqatul Qurra, bahwa sahabat yang terkenal sebagai guru dan ahli qiraat Quran ada tujuh orang, yaitu :
1. Usman bin Al-`Affan ra
2. Ali bin Abi Thalib ra
3. Ubai bin Kaab ra
4. Zaid bin Haritsah ra
5. Abu Darda ra
6. Abu Musa al Anshary ra.
7. Ibnu Mas`ud ra.
Lebih lanjut ia menjelaskan, segolongan besar sahabat mempelajari qiraat dari Ubai, diantaranya Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan Abdullah bin Sa`id, Ibn Abbas belajar pula kepada Zaid. Kemudian kepada para sahabat itulah sejumlah besar tabiin disetiap negri mempelajari qiraat.
Diantara para tabiin tersebut ada yang tinggal di Madinah yaitu Ibnul Musayyab, Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan Ata- keduanya putra Yasar-, Muaz bin Haris yang terkenal dengan Muaz al Qari, Abdurrahman bin Hurmuz al Araj, Ibn Syihab az Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.
  Setelah itu, banyaklah qori-qori terkenal di seluruh penjuru dunia serta dikembangkan oleh generasi demi generasi yang berlainan tingkatnya dan berbeda-beda sufatnya. Diantara mereka ada yang sangat baik dalam membacanya, masyhur dari segi riwayatnya da dirayahnya dan sebagian yang hanya mempunyai satu segi bacaan dan yang lainnya ada pula yang lebih dari itu. Oleh karena itulah, timbulnya banyak perbedaan dan ketidakseragaman antara sesamanya.
1.        Perbedaan di antara para ahli Qiroat
Pengarang kitab al Itqan menyebutkan macam-macam qiroat yaitu ada yang mutawatir, ahad, dan syadz ahad, maupun mudorras. Qadhi jalaluddin al Bulgini mengatakan bahwa qira’at itu terbagi dalam mutawatir, ahad dan Syadz. Yang mutawatur adalah qira’at sabah (tujuh) yang masyhur. Yang ahad adalah qira’at tsalasa (tiga) yang menjadi qira’at sepuluh (qira’at asyrah), yang kesemuaannya disamakan dengan qira’at para sahabat. Adapun qira’at yang syadz ialah qira’at para tabi’in, seperti qira’at Amasy, Yahya ibn Watsab, Ibn Jubair, dan lain-lain.
Imam As-Suyuti mengatakan bahwa kata-kata diatas perlu ditinjau kembali. Yang pantas untuk berbicara dalam bidang ini adalah tokoh qurra’ pada masanya yang bernama Syaikh Abu Al-Khair Ibnu Aljazari. Beliau mengatakan dalam muqaddimah kitab An-Nasyr, “semua qira’at yang sesuai dengan bacaan Arab walaupun hanya satu segi saja yang sesuai dengan salah satu mushaf Usmani ataupun hanya sekadar mendekati dan sanadnya benar maka qira’at tersebut adalah sahih (benar), tidak di tolak dan haram bila menentangnya. Bahkan, hal itu termasuk dalam bagian huruf yang tujuh dimana al-qur’an di turunkan. Wajib bagi semua orang untuk menerimanya, baik timbulnya dari imam yang tujuh maupun dari tokoh lebih ternama lagi. Inilah pendapat yang benar menurut para muhaqiq, baik dari kalangan salaf maupun kholaf.”
2.      Latar belakang adanya perbedaan Qira’at
Latar belakang timbulnya perbedaaan qira’at karena para sahabat berbeda kepentingan dalam mendengarkan atau mengambil bacaan Rasulullah. Sebahagian mereka ada yang merasa cukup dengan satu qiraat saja sementara yang lain mengambil dengan beberapa qiraat. Kemudian para sahabat ini berpencar ke seluruh penjuru dunia dengan tetap menggunakan qiraat yana hanya ia dapati dari Rasul. Menurut al  Zarqaniy bahwa munculnya perbedaan qiraat disebabkan pada awal–awal al Qur’an turun ditulis tanpa menggunakan titik dan baris. Hal ini mengundang cara pembaca yang ber macam–macam sesuai dengan pengertian yang dipahami dari ayat tersebut. Selanjutnya al Zarqaniy menjelaskan bahwa berbedanya para sahabat mengambil cara pembacaan dari Rasul sehingga menyebabkan para tabi’in dan tabi’ tabi’in meriwayatkan dari mereka dengan jalan yang berbeda–beda.
Timbulnya perbedaan qiraat terhadap ayat–ayat al Qur’an, sebagaimana yang dijelaskan oleh al ’Ibyariy ( khususnya qira’at sab’ah ) ialah perbedaan interprestasi (tafsir) dari hadits Rasul yang mengatakan “nazalal qur’ana ’ala sab’atih ahrufi”. Adapun yang dimaksud tujuh huruf disini adalah tujuh cara bacaan. Umar bin khathtab berkata, bahwa al Qur’an diturunkan dengan bahasa Mudhar. Suku Mudhar memiliki tujuh anak suku yaitu: Huzail, Kinanah, Qays, Dhibbah, Taimurrabab, Asad Ibnu Khuzaimah dan Qureisy
.
Adapun orang yang pertakali menyusun qira’at adalah Abu Ubaid Al Qosim Ibn Salam (wafat tahun 244 H). Beliau telah mengumpulkan para imam qira’at dengan bacaannya masing-masing, para tokoh lain yang turut melopori lahirnya ilmu Qira’at adalah Abu Hatim Al-sijistany, Abu Ja’far al-Thabary dan Ismail al-Qodhi.
Qira’at ini terus berkembang hingga sampailah pada Abu Bakar Ahmad Ibn Musa Ibn Abbas Ibn mujahid yang terkenal dengan panggilan Ibn Mujahid (wafat tahun 324 H) di Bagdad. Beliaulah yang menyusun dan mengumpulkan Qira’ah sa’bah atau tujuh Qira’at dari tujuh imam yang dikenal di Mekkah, Madinah, Kufah, Basrah, dan Syam. Para tujuh imam dari Qari (yang masyhur) tersebut adalah :
1)              Ibn Amir
Nama lengkapnya Abdullah aal-Yashubi yang merupakan seorang Qodhi di Damaskus pada masa pemerintahan Ibn Abd al-Malik. Beliau berasal dari kalangan tabi’in yang belajar Qira’at dari al-Mughirah Ibn Abi Syihab al-Mahzumi, Usman bin Affan dan Rsulullah SAW. Beliau wafat tahun 118 H Damaskus. Muridnya yang terkenal dalam Qira’at yaitu Hisyam dan Ibn Szakwan.
2)               Ibn Katsir
Nam lengkapnya Abu Muhammad Abdullah Ibn Kastir Al-Dary al-Makky. Beliau adalah imam Qira’at di Mekkah dari kalangan tabi’in. Yang pernah hidup bersama sahabat Sbdullah Ibn Zubair, Abu Ayyub al-Anshari dan Annas Ibn Malik. Beliau wafat tahun 291 H, muridnya yang terkenal adalah Al-Bazy (wafat tahun 250 H) dan Qunbul (wafat tahun 291 H).
3)              Ashim Al-Khufy
Nama lengkapnya ‘Ashim Ibn Abi Al-Nujud M. Asadi disebut juga Ibn Bahdalan dan nama panggilannya adalah Abu Bakar, beliau seorang tabi’in yang wafat sekitar tahun 127-128 H di Kuffah. Kedua perawinya yang terkenal adalah Syu’ban (wafat tahun 193 H) dan Hafsah (wafat tahun 180 H).
4)              Abu Amr
Nama lengkapnya Abu Amr Zabban Ibn A’la Ibn Ammar al-Bashti yang sering juga dipanggil Yahya. Beliau seorang guru besar pada rawi yang wafat di Kuffah pada tahun 154 H.
5)              Hamzah al-Kufy
Nama lengkapnya Hamzah Ibn Habib Ibn Imarah al-Zayyat al-Fardh al-Thaimi yang sering dipanggil Ibn Imarah. Beliau berasal dari kalangan hamba sahaya ikrimah Ibn Robbi’ Mthaimi yang wafat di Hawan pada masa khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya yang terkenal adalah khalaf (wafat tahun 229 H) dan Khallat (wafat tahun 220 H).
6)              Imam Nafi
Nama lengkapnya Abu Ruwaim Nafi Ibn Abd Al-Rahman Ibn Abi Na’im al-Laisry. Beliau berasal dari Isfahan dan wafat di Madinah pad tahun 169 H. Perawinya adalah Qolum (wafat tahun 220 H) dan Warassy (wafat tahun 197 H).
7)             Al-Kisaiy
Nama lengkapnya Ali Ibn Hamzah. Selain imam Qori beliau terkenal juga sebagai imam nahwu golongan Kufah. Nama panggilannya Abu al-Hasan dan sering juga disebut Kisaiy karena sewaktu berihram beliau memakai kisa. Beliau wafat pada tahun 189 H di Ronbawyan yaitu sebuah desa di negeri Roy dalam perjalanan menuju Khurasan bersama al-Rasyid. Perawinya yang terkenal adalah Abd al-Haris (wafat tahun 242 h) dan Al-Dury (wafat tahun 246 H).
Selain tujuh Imam yang masyhur ini ada juga tiga imam, yang tergolong dalam imam sepuluh yaitu:
1.      Imam Abu Ja'far Al-Madani
Nama lengkap Beliau Adalah Abu Ja'far yazaid Bin Al-Qa'fa'
Al-Makhzumi Al-Madani. Wafat Pada tahun 130 Hijrah. Beliau mempunyai 2 Anak Murid Iaitu :
(1) Abu Al-Harith ( Isa Bin Wardan Al Madani ). Meninggal Dunia pada Tahun 160 Hijrah.
(2) Ibnu Jammaz ( ABu Al-rabi' Sulaiman Bin Muslim Bin Jammaz Al-Madani. Dilahirkan Pada Tahun 117 Hijrah. Meninggal Dunia Pada Tahun 170 Hijrah.
2.   Imam Ya'qub Al-Hadhrami
Nama lenggkap Beliau Adalah Abu Muhammad Ya'qub Bin Ishaq Bin Zaid Bin Abdullah Bin Abu Ishaq Al-hadhrami Al Bashri, dilahirkan Pada Tahun 117 Hijrah, wafat pada tahun 205 Hijrah. Beliau mempunyai 2 orang murid yaitu :
(1) Ruwais ( Abu Abdullah Muhammad Bin Al-Mutawwakil Al Bashri, meninggal dunia Pada tahun 238 Hijrah.
(2) Abu Al-Hasan Rauh Bin Abdul Mu'min Al-Bashri, beliau meninggal dunia pada tahun 234 Hijrah.
3.  Imam Khalaf Al-'Asyir
Beliau adalah rawi pertama bagi Imam Hamzah Al-Kufi. Nama lengkap Beliau Adalah Abu Muhammad Khalaf Bin Hisyam Bin
Talib Al-Bazzar, dilahirkan pada tahun 150 Hijrah, wafat pada tahun 229 Hijrah. Mempunyai 2 Anak Murid Iaitu :
(1) Ishaq ( Abu Ya'qub Ishaq Bin Ibrahim Bin Othman Al-marwazi
Al-Baghdadi, meninggal dunia pada tahun 286 Hijrah.
(2) Idris ( Abu Al-hasan Idris Bin Abdul Karim Al-Haddad Al-Baghdadi, beliau dilahirkan pada tahun 189 Hijrah, beliau wafat pada tahun 292 Hijrah.
3.   Alasan mengapa hanya tujuh Imam yang populer
Sebab-sebab mengapa hanya tujuh Imam qiraat saja yang masyhur pada hal masih banyak imam-imam qirat lain yang lebih tinggi kedudukannya atau setingkat dengan mereka dan jumlahnya pun lebih dari tujuh, ialah karena sangat banyaknya periwayat qiraat mereka. Ketika semangat dan perhatian para generasi sesudahnya menurun, mereka lalu berupaya untuk membatasi hanya pada qiraat yang sesuai dengan khat mushaf serta dapat mempermudah penghafalan dan pen-dabit-an qiraatnya. Langkah yang ditempuh generasi penerus ini ialah memperhatikan siapa diantara ahli qiraat itu yang lebih populer kredibilitas dan amanahnya, lamanya waktu dalam menekuni qiraat dan adanya kesepakatn untuk diambil serta dikembangkan qiraatnya. Kemudian dari setiap negeri dipilihlah seorang imam. Tetapi tanpa mengabaikan penukilan qiraat imam diluar yang tujuh orang itu, seperti qiraat Yakub al Hadrami, Abu Jafar al Madani, Syaibah bin Nassa dsb.
Para penulis kitab tentang qiraat telah memberikan andil besar dalam membatasi qiraat pada jumlah tertentu, sebab pembatasannya pada sejumlah imam qiraat tertentu tersebut, merupakan faktor bagi popularitas mereka padahal masih banyak qari-qari lain yang lebih tinggi kedudukannya dari mereka. Dan ini menyebabkan orang menyangka bahwa para qari yang qiraat-qiraatnya dituliskan itulah imam-imam qiraat terpercaya. Ibn Jabr al Makki telah menyusun sebuah kitab tentang qiraat, yang hanya membatasi hanya pada lima orang qari saja. Ia memilih seorang Imam dari setiap negeri, dengan pertimbangan bahwa mushaf yang dikirimkan Usman kenegeri-negeri itu hanya lima buah. Sementara itu seebuah pendapat mengatakan bahwa Usman mengirimkan tujuh buah mushaf; lima buah seperti ditulis oleh al makki ditambah satu mushaf ke Yaman dan satu mushaf lagi ke Bahrain. Akan tetapi kedua mushaf terakhir ini tidak terdengar kabar beritanya. Kemudian Ibn Mujahid dan lainnya berusaha untuk menjaga bilangan mushaf yang disebarkan Usman tersebut. Maka dari mushaf Bahrain dan mushaf Bahrain itu mereka mencantumkan pula ahli qiraatnya untuk menyempurnakan jumlah bilangan (tujuh). Oleh karena itu, para ulama berpendapat bahwa berpegang pada qiraat tujuh ahli qiraat itu, tanpa yang lain, tidaklah berdasarkan pada atsar maupun sunah. sebab jumlah itu hanyalah hasil usaha pengumpulan oleh beberapa orang kemudian, yang kemudian kumpulan tersebut tersebar luas. Seandainya Ibn Mujahid menuliskan pula qari itupun akan terkenal pula. Abu Bakar Ibnul Arabi berkata : “Penentuan ketujuh orang qari ini tidak dimaksudkan behwa qiraat yang boleh dibaca itu hanya terbatas tujuh sehingga qiraat yang lainnya tidak boleh dipakai, seperti qiraat Abu Jafa, Syaibah, al Amasyi dll. Karena para qari ini pun kedudukannya sama dengan tujuh atau bahkan lebih tinggi”, pendapat ini dikatakan pula oleh banyak ahli qiraat lainnya.
Abu Hayyan berkata :  Dalam kitab karya Ibn Mujahid dan orang yang mengikutinya, sebenarnya tidak terdapat qiraat yang masyhur, kecuali sedikit sekali. Sebagai misal Abu Amr Ibnul Ala, ia terkenal mempunyai tujuh belas perawi kemudian disebutkanlah nama-nama mereka itu. Tetapi dalam kitab Ibn Mujahid hanya disebutkan al Yazidi, dan dari al Yazidi inipun diriwayatkan oleh sepuluh orang perawi. Maka bagaimana ia dapat merasa cukup dengan hanya menyebutkan as Susi dan ad Dauri, padahal keduanya tidak mempunyai kelebihan apa-apa dari yang lain ? sedang para perawi itu sama dalam tingkat ke-dabit-an, keahlian dan kesetaraannya untuk diambil. Dan katanya pula: aku tidak mengetahui alasan sikap Ibn Mujahid ini selain dari kurangnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
4.    Syarat-Syarat Qira’at Yang Mukhtabar Dan Jenisnya
       Adapun Syarat-syarat Qira’at yang mukhtabar :
1) Qira’at harus sesuai dengan bahasa Arab, walaupun hanya dalam satu segi.
2) Qira’at harus sesuai dengan tulisan (rasm) Usmany, sekalipun hanya dalam satu sisi.
3) Qira’at shahih sanadnya.
Ø  Jenis-jenisnya berdasarkan Qira’at yang shahih sanadnya;
1) Mutawatir yaitu Qiraan yang diriwayatkan dan diterima oleh sejumlah banyak orang.
2) Masyhur yaitu Qiraan dengan sanadnya yang shahih, namun jumlah periwayatannya tidak sampai sebanyak mutawatir.
3) Ahad yaitu Qiraan yang sanadnya shahih, seperti penjelasan kitab al Itsqan yang telah di sebutkan diatas, apabila salah satu atau lebih dari hal tersebut tidak terpenuhi maka qira’at tersebut dihukumi syadz, lemah atau batil.
5.  Contoh pebedaan Qira’at dalam Surat Al Fatihah
        Di terangkan oleh Abu Muhammad Makky dalam kitabnya, tentang perselisihan Imam-Imam yang masyhur yang selain dari Imam tujuh dalam membaca surat Al Fatihah.
a)      Ibrahim ibn Abi ‘Abalah membaca Al Hamdu lullahi (dengan mendepankan lam pertama)
b)      Al Hasan Al Bisry membaca Alhamdi lillahi (mengkasrah dal)
c)      Abu Saleh membaca Malika yaumiddin (dengan memanjangkan mim “ma”dan menasabkan  kalimat “malika’ atas dasar munada)
d)     Ali ibn Abdul aziz membaca malki (mematikan lam)
e)      Abu Haiwah membaca Malika (tidak memanjangkan mim dan menasabkan malika atas dasr munada),
Amar ibn faid membaca iyaka na’budu waiyaka nasta’in (dengan tidak mentasdid ya), dan masih banyak banyak perbedaan-perbedaan selain yang di sebutkan di atas.
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari penjelasan materi di atas bahwasanya bisa di ambil kesimpulan mengenai arti qiroah secara bahasa maupun istilah.
Qiroah berasal dari bentuk madli (lampau) qoroa, yaqro u, qiroatan, yang berarti baca / membaca, adapun secara istilah ialah: Salah satu aliran dalam mengucapkan al-Qur’an yang dipakai oleh salah seorang Imam Qura’ yang berbada dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur’anul Karim. Qiraah ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasul SAW.
Latar belakangg dari perbedaan pendapat para imam qira’at juga terdapat banyak pendapat diantaranya, ada yang mengatakan karena para sahabat berbeda kepentingan dalam mendengarkan atau mengambil bacaan Rasulullah. Menurut al  Zarqaniy bahwa munculnya perbedaan qiraat disebabkan pada awal–awal al Qur’an turun ditulis tanpa menggunakan titik dan baris. Hal ini mengundang cara pembaca yang ber macam–macam sesuai dengan pengertian yang dipahami dari ayat tersebut. Atau tabi’in dan tabi’ tabi’in meriwayatkan dari sahabat dengan jalan yang berbeda–beda.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh al ’Ibyariy ( khususnya qira’at sab’ah ) ialah perbedaan interprestasi (tafsir) dari hadits Rasul yang mengatakan “nazalal qur’ana ’ala sab’atih ahrufi”.
Ternya dalam mengikuti qira’at al Quran kita boleh juga mengikuti imam selain yang tujuh asalkan memenuhi syarat-syarat qori’ dan qira’atnya sesuai dengan kriteria qira’at yang sahih.

B.     Saran
Sebaiknya kita dalam membaca al Qur’an sesuai dengan aturan yang benar (mahaj, tajwid), lebih-lebih mengetahui ,aina dan isinya, karena itu yang telah di ajarkan oleh Nabi SAW.

Daftar Pustaka


Ash-Shaabuuniy, At-Tibyaan Fii Uluumil Qur’an, (terj. Aminuddin, Study Ilmu Al-Quran, 1998, Pustaka setia: Bandung).
Ash-shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teuku, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2000, Pustaka Rizqi Putra:semarang.